Antara Mean, Median, dan Modus

oleh : Ahmad Wachidul Kohar

Berdasarkan pengalaman pribadi dan kebanyakan pembelajaran topik statistika di sekolah-sekolah saat ini, materi ukuran pemusatan data masih banyak diajarkan dengan pengenalan rumus menghitung mean (rata-rata), median, dan modus, tanpa banyak diarahkan kepada pemahaman akan konsep dari ketiga jenis ukuran tersebut. Yang saya rasakan dari SD sampai SMA, saya harus menghafalkan masing-masing rumus tersebut, lalu menggunakannya ketika mengerjakan soal-soal yang menyuruh mencari nilai mean, modus, atau median. Sejujurnya, saat itu saya masih bertanya-tanya sebenarnya apa sih maksud dari ketiga istilah itu? Buat apa juga mencari modus dan median? ‘kan udah ada rata-rata yang “lebih terkenal”?.

Suatu saat pernah  terlintas dalam pikiran saya tentang kalimat-kalimat pernyataan seperti “Rata-rata orang yang bekerja di perusahaan itu masih muda lho..” atau seperti “Eh,.Jangan salah, rata-rata orang yang datang di pestaku waktu itu orang kaya lho..”. Pertanyaan saya kemudian adalah apakah memang benar yang dimaksud “rata-rata” pada kalimat-kalimat itu benar-benar menunjukkan arti “rata-rata” yang dimaksud dalam ilmu statistika? Bukankah “rata-rata” dalam kalimat-kalimat itu bisa diganti dengan kata “kebanyakan”? Menurut saya, kata “kebanyakan” yang dalam kedua kalimat pernyataan tersebut dikatakan  “rata-rata” diartikan sebagai “modus”  yang dalam statistika merupakan data yang paling sering muncul. Dalam hal ini, tentu tidak bijak jika arti “rata-rata” dibiaskan dengan arti “modus”

Saya pikir contoh pengalaman saya di atas hanya sedikit dari betapa pentingnya memahami makna istilah rata-rata, modus, dan median. Dalam pembelajaran  di kelas sering kita jumpai siswa yang ketika dihadapkan pada masalah praktis  mengenai pemanfaatan ukuran pemusatan data dalam kehidupan sehari-hari, mereka tidak menunjukkan pemahaman yang mendalam. Sebagai contoh dalam penyelesaian soal seperti berikut.

Disajikan data penghasilan rata-rata per bulan penduduk dari dua desa, yaitu Desa Galak Kayo dan Desa Maju Galo.

Penghasilan Rata-Rata per-bulan

Desa Galak Kayo Desa Maju Galo
Rp5.000.000,00 Rp1.500.000,00
Rp4.000.000,00 Rp500.000,00
Rp3.500.000,00 Rp700.000,00
Rp4.000.000,00 Rp800.000,00
Rp4.000.000,00 Rp10.000.000,00
Rp4.000.000,00 Rp15.000.000,00
Rp3.500.000,00 Rp14.000.000,00

Rp3.000.000,00

Rp500.000,00
Rp3.500.000,00 Rp500.000,00
Rp3.000.000,00 Rp2.000.000,00
Rp5.000.000,00 Rp500.000,00

Menurutmu, desa mana yang lebih makmur? Jelaskan.

Bagi siswa yang tidak memahami betul tentang arti rata-rata dan kapan rata-rata baik untuk digunakan sebagai perwakilan data, maka ia akan menghitung rata-rata dari masing-masing total penghasilan kedua desa tersebut dengan menggunakan rumus mean, lalu menyatakan bahwa desa dengan dengan nilai mean lebih tinggi adalah desa yang lebih makmur. Dari perhitungan diketahui bahwa nilai mean penghasilan desa Maju Galo jauh lebih besar daripada desa Galak Galo. Namun, yang perlu dipahami adalah bahwa kemakmuran satu desa tidak serta merta dipengaruhi oleh penghasilan rata-rata penduduknya. Parameter yang lebih cocok digunakan adalah seberapa meratakah tingkat penghasilan desa tersebut. Dalam kasus ini, saya setuju untuk menggunakan kata “ kebanyakan desa Galak Kayo berpenghasilan lebih dari 3 juta, sedangkan desa Maju Galo tidak merata penghasilannya. Sehingga desa Galak ayo lebih makmur daripada desa Maju Galo. Hal ini berarti ukuran “modus” lebih cocok digunakan sebagai wakil data daripada ukuran “mean”.

Saya pikir pembelajaran dengan menggunakan soal seperti bahasan paragraf di atas cocok untuk digunakan dalam menanamkan konsep penggunaan ukuran pemusatan data. Melalui diskusi dan tanya jawab, seorang guru dapat mengarahkan siswa kepada pemahaman yang mendalam mengenai mean, median, dan modus. Lalu bagaimana sebenarnya mean, modus, dan median digunakan?. Salah satu konsep nilai modus adalah bahwa nilai ini pasti ditemukan dalam data, sedangkan median dan mean (rata-rata) belum tentu dapat ditemukan dalam data. Modus  menjadi bermanfaat ketika ingin menunjukkan data mayoritas dari satu populasi. Misalkan seperti pada contoh di atas, kita ingin menunjukkan bahwa mayoritas (90 %) dari penduduk sebuah desa berpenghasilan lebih dari tiga juta. Sangat tidak bijak jika rata-rata dari seluruh penghasilan penduduk desa digunakan sebagai wakil data dari penghasilan di desa itu, untuk kemudian dibandingkan dengan desa lain yang rata-ratanya lebih besar namun tidak merata. Lalu, bagaimana nilai mean sebaiknya digunakan? Saat ingin memilih wakil data yang stabil (tidak menampakkan perubahan yang signifikan ketika terjadi perubahan ukuran sampel), agaknya nilai mean adalah nilai yang lebih cocok dipilih daripada modus dan media. Secara umum, dibandingkan modus dan median, mean juga sangat bermanfaat sebagai nilai taksiran yang paling baik untuk digunakan dalam menggambarkan populasi besar. Oleh karena itulah, mean lebih banyak digunakan dalam perhitungan-perhitungan statistik oleh para peneliti.

Median, yang nilainya dapat diperoleh dari memilih data paling tengah setelah data diurutkan dari yang terkecil, memiliki keuntungan yang paling terlihat untuk digunakan sebagai wakil data, yaitu adanya kenyataan bahwa nilai median tidak tergantung pada nilai data-data yang ekstrem. Sebagai contoh, baik data (2,3,7,8,10) maupun (1,3,7, 24, 218) memiliki nilai median 7. Jika dibandingkan dengan perhitungan nilai mean, perhitungan nilai median tidak perlu melibatkan semua data. Pada data 1,3,7,24, 218, nilai median 7 sama sekali tidak mempertimbangkan seberapa jauh interval 7 dengan 218. Tidak demikian dengan perhitungan nilai mean yang dalam hal ini, bilangan 218 harus dilibatkan dalam perhitungan.

Dalam pandangan saya, daripada hanya menyuruh siswa menghafal rumus-rumus statistik seperti rumus-rumus ukuran pemusatan data di atas, akan lebih baik jika pembelajaran ukuran pemusatan data didesain lebih bermakna dengan mempertimbangkan pemahaman konsep dan penggunaannya dalam kehidupan nyata.

Referensi:

Howell, D.C. 2011. Fundamental Statistics for the Behavioral Sciences, Seventh Edition. USA: Linda Schreiber

About Bang Qohar

I'm Wachid. I'm Indonesian. I'm interested in educating children, especially in mathematics learning. I believe that mathematics could be well built to children for better life. I graduated from Mathematics Education of State University of Surabaya. I am studying Mathematics Education for my magister degree focusing on Realistics Mathematics Education.

Posted on December 29, 2013, in School Mathematics and tagged , , , , , , , . Bookmark the permalink. 9 Comments.

  1. hebat penjelasannya dapat membuka pikiran kita terutama untuk seorang guru thank’s

  2. Sangat setuju sekali..Mengapa, memang benar sekarang mayoritas siswa tidak di pungkiri mahasiswa belajar itu menghapal bukan memahami . Jadi jika di hadapkan dengan persoalan yang lebih kompleks susah sekali memecahkan karena tidak memahami benar ..

Leave a comment